Harga Pangan Dunia Diproyeksikan akan Naik di Tahun 2021

Ilustrasi Pasar (Antara)

Editor: Reza P - Sabtu, 20 Maret 2021 | 09:00 WIB

SariAgri - Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 mencapai 5 hingga 5,5 persen dengan asumsi ekspor harus tumbuh 4 persen, impor tidak boleh tumbuh lebih dari 2 persen, konsumsi rumah tangga harus tumbuh 5 persen, dan investasi harus tumbuh 13,7 persen dari tahun 2020. Hal tersebut dipaparkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam Weekly Update secara virtual.

“Saya merasa optimis pertumbuhan dari segi perdagangan,” ungkap Mendag Lutfi.

Beberapa negara, lanjut dia, mulai menyimpan stok komoditas dalam jumlah yang besar terutama untuk komoditas energi, pangan dan pakan, maka Indonesia perlu mengantisipasi dengan memperbesar cadangan pangan dan energi serta diversifikasi sumber pasokan tersebut.

Sebagai contoh Mendag menjelaskan menurut World Rice Market, walaupun pasokan beras dunia diperkirakan naik, namun ending stok 2021 tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2020 dan World stock ratio lebih rendah dibandingkan 2020. Dengan demikian, pasokan beras tahun 2021 masih rawan dan harga beras berpotensi bertahan pada harga yang lebih tinggi seperti tahun 2020.

“Karena meskipun pasokannya diperkirakan naik, namun harga di ujungnya akan mirip maka akan menunjukkan harga yang cukup tinggi,” ungkapnya.

 Sedangkan untuk stok gula dunia, disebutkan Mendag akan turun di tahun 2021 sehingga harga gula internasional sudah naik.

“Ini sudah kita rasakan harga gula mulai merangkak naik dari bulan per bulannya, terutama di awal tahun 2021,” katanya.

Sementara untuk minyak nabati dunia, lanjut dia, diperkirakan stok akan menurun pada tahun 2021, sehingga harga internasional naik termasuk untuk komoditas kedelai.

“Jadi bisa dilihat saat ini harga dari vegetable oil atau CPO saat ini sudah merangkak naik lebih dari 1070 Dolar AS,” ungkapnya.

Begitu pun dengan komoditas gandum dan jagung, Mendag menyebutkan bahwa stok global di tahun 2021 mengalami penurunan sehingga menjadi penyebab kenaikan harga komoditas tersebut.

“Kedua komoditas itu (gandum dan jagung) walaupun ada kenaikan harga internasional, namun dalam jangka panjang akan diprediksikan harga akan turun,” jelasnya.

Di samping itu, Mendag Lutfi juga menyebutkan berdasarkan data World Economic Forum setidaknya terdapat lima resiko terbesar yang akan dihadapi di tahun 2021. Pertama terkait pandemi dengan kasus Covid-19 yang naik sebanyak 2,7 juta kasus baru atau naik 2 persen pada 1-7 Maret 2021 menyebabkan kerugian ekonomi global sebanyak USD 28 triliun.

Baca Juga: Harga Pangan Dunia Diproyeksikan akan Naik di Tahun 2021
Dubes Indonesia Ungkap Hambatan Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia ke Cina

Kedua, tingkat pengangguran global tahun 2020 mencapai 220 juta orang atau sebanyak 6, 5 persen. Ketiga yaitu dampak cuaca dan iklim ekstrim global, diperkirakan di tahun 2021 akan mendatangkan lebih banyak cuaca ekstrim dibandingkan tahun 2020. Keempat, terkait kegagalan keamanan cyber yang menyebabkan kerugian rata-rata lembaga keuangan mencapai USD 100 miliar per tahun, dan yang kelima yaitu kesenjangan digital menunjukkan lebih dari 50 persen penduduk dunia belum mendapat akses internet.

“Covid-19 menjadi ancaman terbesar, kalau kita gagal dalam vaksinasi maka ini akan berpengaruh terhadap ekonomi dunia,” pungkasnya.