Takut Lockdown Ketat Kembali Dilakukan, Masyarakat Shanghai Panic Buying

Warga Shanghai alami krisis makanan saat lockdown (cbsnews)

Editor: Putri - Jumat, 10 Juni 2022 | 17:05 WIB

Sariagri - Shanghai akan melakukan pengujian COVID-19 pada lebih dari setengah 25 juta penduduknya akhir pekan ini. Hal tersebut memicu kekhawatiran akan kembalinya diberlakukan lockdown yang ketat.

Sebelumnya masyarakat Shanghai harus menghadapi lockdown yang ketat selama dua bulan sejak Maret 2022. Ketakutan kembalinya pemberlakukan lockdown memicu masyarakat panic buying.

Mengutip laporan CNN, pada Kamis 9 Juni 2022, penduduk Shanghai bergegas ke supermarket untuk membeli makanan dan kebutuhan sehari-hari. Ramainya orang yang berbelanja membentuk antrean panjang di kasir dan banyak rak yang kosong.

Setidaknya tujuh dari 16 distrik kota, dengan populasi gabungan 15 juta orang, akan menggelar pengujian massal selama akhir pekan, kata Wakil Kepala Komisi Kesehatan Kota Shanghai Zhao Dandan. Distrik-distrik tersebut termasuk daerah terpadat di Shanghai dan pusat bisnis yang sibuk, seperti Pudong dan Xuhui.

Distrik yang melaporkan kasus positif COVID-19 sejak Shanghai mencabut lockdown kota pada 1 Juni akan ditempatkan di bawah "manajemen tertutup" selama pengumpulan sampel uji, kata Zhao. Dia tidak merinci berapa lama periode pengujian massal akan berlangsung.

Dalam leksikon kebijakan 'zero COVID-19' di China, "manajemen tertutup" biasanya mengacu pada pembatasan yang melarang orang meninggalkan tempat tinggal atau tempat kerja mereka.

Tetapi kampanye pengujian massal jauh melampaui tujuh distrik yang disebutkan oleh otoritas kesehatan Shanghai.

Lewat media sosial, Pemerintah Distrik Changning mengumumkan akan melakukan tes COVID-19 massal pada Sabtu 11 Juni. Changning adalah rumah bagi Bandara Internasional Shanghai Hongqiao dan 700.000 penduduk.

"Selama periode pengambilan sampel, manajemen tertutup akan diterapkan pada komunitas perumahan, di mana (penghuni) hanya bisa masuk tetapi tidak bisa keluar," kata pernyataan itu.

Sebelumnya pihak berwenang distrik Songjiang juga mengatakan bahwa 1,9 juta penduduknya diharuskan menjalani tes COVID-19 selama akhir pekan.

Para pemimpin di China telah berulang kali bersumpah untuk tetap berpegang pada kebijakan 'zero COVID-19', yang bertujuan untuk dengan cepat membasmi wabah lokal dengan pengujian massal, lockdown cepat, pelacakan kontak ekstensif, dan karantina.

Para pejabat memperingatkan bahwa pelonggaran kebijakan akan menyebabkan lonjakan rawat inap dan kematian populasi lanjut usia di negara itu. Hal tersebut dikarenakan banyak di antara mereka belum divaksin.

Namun strategi tersebut menghadapi tantangan yang semakin meningkat dari varian Omicron yang sangat mudah menular. Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan yang meningkat di antara warga yang hidupnya sering terganggu.

Baca Juga: Takut Lockdown Ketat Kembali Dilakukan, Masyarakat Shanghai Panic Buying
Warga Beijing Panic Buying, Takut Lockdown Seperti di Shanghai

Di China, deteksi satu kasus positif dapat membuat satu bangunan atau komunitas dalam masa karantina pemerintah. Keadaan tersebut membuat beberapa lingkungan terdekat ter-lockdown selama dua minggu.

Sejak pelonggaran pembatasan pada 1 Juni, Shanghai terus melaporkan COVID-19, termasuk di antara penduduk di luar area karantina. Akibatnya, semakin banyak area kembali di-lockdown dengan ketat.