Gelombang Ketiga Pandemi COVID-19 Perberat Penurunan Angka Stunting

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher. (Antara/HO-Humas DPR RI)

Editor: Arif Sodhiq - Rabu, 2 Februari 2022 | 20:50 WIB

Sariagri - Gelombang ketiga pandemi COVID-19 memperberat pelaksanaan program penurunan angka stunting. Adanya ancaman gelombang ketiga, tugas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menurunkan angka stunting semakin berat.

"Target 2024 adalah turun 10,4 persen, yaitu menjadi 14 persen. BKKBN bekerja keras mencapai target tersebut di tengah kondisi pandemi," ujar Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, Rabu (2/2/2022).

Karena itu Netty dalam keterangan tertulis meminta pemerintah segera mengantisipasi agar gelombang ketiga tidak merusak target penurunan angka stunting dan memastikan langkah strategis program itu tetap dapat diimplementasikan di lapangan.

Netty memaparkan tantangan yang harus diatasi pemerintah agar target penurunan angka stunting dapat tercapai.

Pertama, diperlukan sinkronisasi data milik Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial RI dengan data milik BKKBN.

Dengan demikian, kesalahan penafsiran data tentang keluarga berisiko stunting dapat dihindari sehingga tidak berdampak pada pengambilan kebijakan yang keliru dan mempersulit penurunan angka stunting.

Selanjutnya, ada pula tantangan terkait penyediaan infrastruktur air bersih dan jamban sehat untuk keluarga Indonesia, terlebih di masa pandemi yang rentan terjadi penularan virus.

"Selain kekurangan energi kronik dan gizi, penyebab stunting secara tidak langsung adalah minimnya akses air bersih dan jamban sehat. Bagaimana mungkin keluarga dapat memenuhi kebutuhan gizinya, jika air bersih saja sulit didapat," katanya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 mencatat masih ada 9,79 persen rumah tangga Indonesia yang belum memiliki akses ke sumber air minum layak.

Tantangan ketiga, pemerintah perlu memberikan perhatian dan dukungan terhadap kader penggerak yang merupakan ujung tombak penanganan stunting di lapangan.

"Kader petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan posyandu sebagai aset berharga BKKBN perlu diberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya. Kesejahteraan dan jaminan sosial mereka juga perlu diperhatikan. Jangan sampai pemerintah menekan kader untuk bekerja maksimal melayani masyarakat, namun dukungan peningkatan kompetensi dan jaminan kesejahteraan diabaikan," jelasnya.

Baca Juga: Gelombang Ketiga Pandemi COVID-19 Perberat Penurunan Angka Stunting
Angka Kekerdilan di Enam Provinsi Ini Masih di Atas 30 Persen

Tantangan lain yang harus diselesaikan pemerintah, kata Netty, membangun koordinasi dan kolaborasi dengan setiap pemangku kepentingan. Menurut dia, BKKBN sebagai pemimpin sektor penurunan angka stunting harus mampu menunjukkan kepemimpinan yang kuat.

"Bangun sinergi dan kolaborasi dalam menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Program penurunan angka stunting tidak akan berhasil jika dihadapkan pada ego sektoral atau mentalitas 'silo' (mengutamakan pencapaian individu) dari para pemangku kepentingan," pungkasnya.

Video terbaru: