Rencana Pajak Bahan Pokok Bikin Resah, Indef: Momentumnya Tidak Tepat

Pedagang sembako di Pasar lenteng Agung, Jakarta Selatan. (SariAgri.id/Arif Ferdianto)

Penulis: Yoyok, Editor: Arif Sodhiq - Selasa, 14 September 2021 | 16:40 WIB

Sariagri - Sejumlah kalangan menilai pembahasan tentang pengenaan Pajak Pendapatan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok masyarakat bakal menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Selain itu, wacana pajak bahan pokok itu tidak tepat, karena berkembang di saat pandemi yang memberikan dampak besar terhadap ekonomi masyarakat.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengatakan narasi PPN bahan pokok di tengah pandemi kurang tepat. “Sebab, dengan adanya kenaikan PPN ini pasti akan berdampak, satu di samping psikologis, akan menjadikan masyarakat tertekan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (14/9)..

Rusli juga menilai pemungutan PPN sembako juga tidaklah mudah karena ada sejumlah tantangan, seperti masih besarnya sektor informal dalam perekonomian nasional.

"Jadi salah satu tantangan pajak di Indonesia adalah entitas bisnis di kita itu kebanyak masih informal, misalnya UMKM ataupun para pekerja, itulah sebabnya masih banyak informality dari perekonomian kita sehingga perluasan basis pajak itu akan susah," tambahnya.

Menurutnya, hal selanjutnya yang menjadi masalah adalah ketika pemungutan pajak dilakukan pada sembako adalah sumber daya manusia perpajakan yang terbatas.

Rusli menyebutkan, pegawai pajak di Indonesia hanya berjumlah 45 ribu orang untuk melayani 270 juta penduduk. "Jepang dengan penduduk 126 juta fiskusnya 2 kali lipat dari Indonesia, nah itu kan menjadi tantangan tersendiri dari teman-teman di Kementerian Keuangan," tuturnya.

Direktur Indef, Berly Martawardaya, mengatakan, sebelum menarik pajak pemerintah harus membuat perbandingan dengan negara yang relevan dengan Indonesia.

"(Negara) Tetangga kita seragam, sembako semua enggak masuk dalam barang kena pajak. Indonesia sudah inline sebagai negara berkembang," kata Berly.

Baca Juga: Rencana Pajak Bahan Pokok Bikin Resah, Indef: Momentumnya Tidak Tepat
Perusahaan Rintisan Layanan Belanja Sayur Segar Dapat Suntikan Rp227 Miliar

Berly mengatakan, perbandingan tarif PPN antar negara yang dilampirkan pemerintah saat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mayoritas berkaca dari Eropa.

Seharusnya, ada perbandingan lain yang lebih bisa dikomparasi seperti dengan negara ASEAN dan Asia Selatan.

"Kenapa perbandingannya dengan negara lain yang mayoritas negara Eropa? Kalau bikin komparasi harus bikin perbandingan yang lebih comparable. Baiklah ada negara Eropa, tapi kenapa enggak ada negara di ASEAN, Amerika Selatan, atau Asia Selatan," jelasnya.