Lekat dengan Lebaran, Ini Filosofi Ketupat yang Udah Ada Ribuan Tahun Lalu

Ilustrasi ketupat. (Foto: Istimewa)

Editor: Reza P - Kamis, 13 Mei 2021 | 16:20 WIB

SariAgri - Identitas ketupat yang lekat dalam tradisi halalbihalal saat Lebaran, konon terkait dengan penyebaran Islam oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat pada masa Kerajaan Demak dan pengaruhnya hingga era Mataram, dan sampai sekarang. Berbagai referensi menyebut demikian, sebagaimana diungkap budayawan dan dalang di Kota Magelang Susilo Anggoro.

Demikian pula tentang janur sebagai anyaman eksotis pembungkus ketupat yang berkembang menjadi simbol tentang jalinan relasi erat dan harmonis antarmanusia, melambangkan kehidupan bersama yang rumit namun menghadirkan elok.

"Saat Lebaran pasti ada suguhan kupat, itu filosofi 'ngaku lepat', saling maaf-memaafkan, lalu menyantap kupat, sehingga saat Idul Fitri warga memasak kupat," kata Sus, yang juga pengelola Sasana Pamardi Budaya Kampung Meteseh, Kota Magelang itu.

Namun, penggunaan ketupat diperkirakan telah ada sebelum masa itu, sebagaimana dituturkan dia dalam kisah pewayangan tentang kelahiran Dewi Shinta dan Dewi Sri bertepatan dengan Wuku Sinta sehingga melahirkan narasi ketupat sinta.

Baca Juga: Lekat dengan Lebaran, Ini Filosofi Ketupat yang Udah Ada Ribuan Tahun Lalu
Empat Makanan Khas Betawi Ini Wajib Ada Saat Lebaran

Hingga saat ini, ketupat juga digunakan masyarakat desa di kawasan lima gunung di Kabupaten Magelang untuk melengkapi sesaji saat melakukan berbagai tradisi tahunan, sesuai dengan kalender desa.

Kuliner kupat tahu juga telah menjadi kekhasan Magelang dengan warung penjualnya bertebaran di berbagai tempat, baik di wilayah kota maupun kabupaten. Salah satu warung kupat tahu yang kondang, yakni Tahu Pojok, di dekat Alun-Alun Kota Magelang.