Mimpi Mantan Jurnalis Menjadi Juragan Dodol

Usaha dodol garut (Sariagri/Yadi)

Editor: Andry - Jumat, 4 Desember 2020 | 18:45 WIB

SariAgri -  Lama bergelut dengan dunia jurnalistik, tak menghentikan naluri bisnis Deni Muhammad Arif, warga Karangpawitan, Garut, Jawa Barat ini membuka sayap usaha, terutama di saat sulit seperti pandemi Covid-19.

Mantan jurnalis televisi swasta ini, sudah setengah tahun terakhir banting setir, membuka pabrik dodol, khas Garut, untuk menghimpun warga sekitar dalam upaya menggerakan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

pasar dodol itu sangat terbuka luas, tinggal kita cermat melihat pasar yang ada,” ujarnya dalam obrolannya dengan Sariagri, Jumat (4/12).

Menurutnya, pandemi Covid-19 yang dimulai Maret lalu telah mengubah segalanya. Peliputan yang biasa ia lakukan, akhirnya tersendat seiring banyaknya pembatasan yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi laju penyebaran covid.

Pemilihan usaha dodol memang bukan kebetulan, selain mudah bahan baku, kemampuan dan pemahaman pegawai, terutama pelaku usaha umkm mengenai pengolahan salah satu makanan khas Garut ini, terbilang melimpah.

“Pegawai saya seluruhnya mantan pegawai dodol yang sebelumnya tutup terimbas pandemi covid-19,” ujarnya.

Gayung bersambut, sejumlah persiapan pun dirancang termasuk mengenai segmen pasar yang akan digarap, sehingga mampu bertahan dan terus berkembang saat pandemi Covid-19.

Deni menyatakan, seluruh ide dan gagasan, termasuk soal citarasa dodol sengaja dipelajari secara autodidak alias sendiri, meskipun diakuinya ada beberapa rasa merupakan masukan anak buahnya.

Hasilnya mulai menunjukan progres menggembirakan, permintaan pasar terus meningkat yang berdampak pada kenaikan omset penjualan.

“Awalnya saya hanya bisa memproduksi satu kuintal (100 kg) sehari, kini sudah mencapai 3-4 kuintal per hari,” kata dia.

Menurutnya, pasar dodol Garut masih terbuka luas, meskipun beberapa daerah wisata terjadi pembatasan pengunjung, namun hal itu tidak mengurangi animo masyarakat untuk membeli dodol. Ia memberikan contoh, penetrasi market dodol yang cukup luas hingga menjadi makanan sehari-hari warga Garut dan Jawa Barat. “Coba ke rumah-rumah, minimal makanan di ruang tamu ada dodol,” katanya.

Pembungkusan dodol  (Sariagri/Yadi)
Pembungkusan dodol (Sariagri/Yadi)

Saat ini ada beberapa varian rasa dodol yang menjadi garapannya, sebut saja dodol zebra, dodol batik, dengan beberapa ragam rasanya mulai cokelat, buah-buahan, stroberi dan pandan, hingga dodol kertas atau yang bisa menggunakan bungkus kertas.

Selain luasnya pasar, salah satu faktor yang mendorong dirinya merambah usaha di sektor hulu makanan dodol tersebut, karena melimpahnya sumber daya terutama para pembuat dodol. Deni yang sebelumnya merintis usaha toko kue, snack dan makanan oleh-oleh Garut tersebut, akhirnya terpanggil untuk membuka usaha sendiri.

Saat ini pabrik dodol ‘Leggi’ yang ia rintis enam bulan lalu, di Kampung Cogasong, Kecamatan Cilawu, Garut, sudah mempekerjakan sekitar 14 pegawai, naik tiga kali lipat dari semula.

Deni menyatakan, harga dodol yang ia jual terbilang murah di kelasnya. Untuk dodol kertas biasa dijual Rp 16.000 per kilogram, sementara kacang cokelat Rp 17.000 per kilogram.

Baca Juga: Mimpi Mantan Jurnalis Menjadi Juragan Dodol
Keren, Produk Olahan Umbi Asal Jawa Timur Tembus Pasar Amerika Serikat

Bagi Deni, membuka usaha pabrik dodol banyak memberikan manfaat. Selain memberikan penghasilan yang menggiurkan, juga memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat, terutama saat pandemi Covid-19 saat ini.

“Doakan saja ke depannya, kami mampu memproduksi minimal 1 ton dodol perhari,” ujar Deni menutup pembicaraan. (Sariagri/Yadi)