Ujian Pangan Terberat RI dari Migor, Beras hingga Wabah PMK

Ilustrasi beras. (pixabay)

Editor: Dera - Kamis, 29 Desember 2022 | 20:00 WIB

Sariagri - Tahun 2022 bisa dikatakan tahun yang cukup berat bagi Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan di sektor pangan, mulai dari langka dan mahalnya minyak goreng (migor), mewabahnya penyakit mulut dan kuku (PMK), hingga kurangnya stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang berujung impor. 

Maraknya Sindikat Mafia Minyak Goreng

Meski dijuluki surga sawit dunia, namun Indonesia justru sempat mengalami kelangkaan minyak goreng, rakyat pun menjerit lantaran harga migor melambung tinggi. 

Masih teringat jelas, bagaimana masyarakat kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok yang satu ini. Kelangkaan minyak goreng yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia itu membuat rakyat dilanda kepanikan, bahkan mereka rela antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan minyak goreng di supermarket, minimarket, pasar hingga warung kecil. Namun lagi-lagi, mereka harus pulang dengan tangan kosong lantaran stoknya yang tidak mencukupi. 

Penderitaan rakyat tak berhenti di situ saja, mereka juga dihadapkan dengan tingginya harga migor yang naik hingga 100 persen lebih. Bagi kalangan atas, mahalnya harga mungkin tak masalah, namun bagi kalangan menengah ke bawah, harga migor yang tinggi jelas semakin membuat beban hidup kian berat. 

Di balik kekacauan yang terjadi, Kejaksaan Agung berhasil membongkar sindikat "mafia" migor yang sengaja mencari keuntungan semata dan merugikan negara. Para tersangka terbukti melakukan ''kongkalikong" terkait izin penerbitan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, di mana salah satu tersangkanya merupakan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI, Indasari Wisnu Wardhana. 

Di sisi lain, pemerintah juga terus berupaya mengurai permasalahan migor yang tak kunjung usai tersebut. Mulai dari gonta-ganti kebijakan terkait larangan ekspor CPO, hingga "pemecatan" Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan (Mendag). Beruntung, jatuh bangun ikhtiar pemerintah membuahkan hasil, di mana ketersediaan dan harga minyak goreng kini mulai stabil. 

Malapetaka Wabah PMK

Jelang Hari Raya Idul Adha 2022, lagi-lagi Indonesia dihadapkan kembali dengan ujian berat. Penyakit mulut dan kuku (PMK) kembali mewabah hingga membuat pemerintah pun kalang kabut, lantaran sebelumnya Indonesia butuh waktu selama 98 tahun agar terbebas dari wabah tersebut.

Seperti diketahui, kasus PMK pertama kali dilaporkan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022 sebanyak 402 ekor sapi potong. Namun belum sampai dua bulan, wabah ini merebak cepat ke 18 provinsi di Indonesia hingga menginfeksi ratusan ribu ekor ternak.

Sontak, wabah tersebut bak "malapetaka" bagi peternak sapi karena harus menelan kerugian besar. Di sisi lain, pemerintah juga ketar-ketir untuk memenuhi kebutuhan daging sapi, lantaran bersamaan dengan momen Hari Raya Kurban. 

Melihat hal tersebut, berbagai kalangan mulai dari akademisi, pengamat, hingga Ombudsman RI menilai pemerintah lamban dalam pengendalian dan penanggulangan wabah PMK pada hewan ternak. Pasalnya, PMK merupakan wabah yang sangat besar dan menjadi penyakit nomor satu yang merugikan peternakan sapi di seluruh dunia.

Namun, kala itu Menteri Pertanian (Mentan) Syharul Yasin Limpo tetap optimis dapat menaklukan wabah mematikan tersebut dengan berbagai strategi, salah satunya yaitu dengan pemberian vaksin PMK darurat kepada hewan ternak. Perlahan namun pasti, angka hewan ternak yang terinfeksi PMK pun kini mulai terkendali. 

Swasembada yang Berujung Impor Beras 

Pada Agustus 2022, Indonesia mendapatkan penghargaan internasional lantaran dinilai mampu meningkatkan sistem ketahanan pangan. Namun, keberhasilan mencapai swasembada beras hingga mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) itu ternyata tak berlangsung lama.

Meskipun Presiden Jokowi kala itu dengan bangga mengatakan, selama tahun 2019 hingga 2021, Indonesia konsisten memproduksi beras di angka 31,3 juta ton per tahun, dan dalam tiga tahun terakhir Indonesia sudah tidak mengimpor beras.

Faktanya, pada November 2022, Perum Bulog justru mengumumkan defisit cadangan beras pemerintah (CBP). Bulog juga mengakui tidak mampu memenuhi target penyerapan 1,2 juta ton beras. Namun, ha itu dibantah keras oleh Kementerian Pertanian yang menegaskan bahwa stok beras nasional surplus.

Semrawutnya data beras antara Bulog dan Kementan hingga kini belum juga menemukan solusi. Hingga akhirnya  pada Desember 2022, Presiden Joko Widodo mengizinkan impor beras. 

Baca Juga: Ujian Pangan Terberat RI dari Migor, Beras hingga Wabah PMK
Sambal Belut Asal NTB Diminati Pembeli dari Dalam dan Luar Negeri

Rencana impor beras sebanyak 500.000 ton itu pun menuai polemik. Anggota Komisi VI DPR RI Amin menyebut kebijakan tersebut merupakan "pukulan berat" bagi petani karena dapat menekan harga beras petani. Menurutnya, kebijakan impor hanya menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola beras nasional.

Sementara itu, Ketua Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A) Serikat Petani Indonesia (SPI) Qomarun Najmi menyayangkan sikap pemerintah yang memilih impor dibandingkan menyerap beras dari petani lokal. Dirinya khawatir adanya potensi penurunan harga yang bisa merugikan petani. Pemerintah, katanya, seakan tidak belajar dan hanya mengulang "ritual tahunan" yang ujung-ujungnya merugikan petani.