Beda Suara Soal Kenaikan Harga Mi Instan, Menteri Jokowi Kok Gak Kompak?

Editor: Dera - Sabtu, 13 Agustus 2022 | 11:30 WIB
Sariagri - Sebagai negara dengan konsumen mi instan terbesar kedua di dunia, isu naiknya harga mie instan hingga tiga kali lipat jelas membuat masyarakat Indonesia panik.
Pasalnya, mi instan selama ini dianggap sebagai makanan super lezat dengan harga terjangkau. Bahkan, makanan satu ini juga identik dengan makanan favorit anak kos lantaran sangat praktis untuk dihidangkan.
Isu kenaikan harga mi instan hingga tiga kali ipat tersebut berhembus kencang setelah Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyebut ada 180 juta ton gandum yang tidak bisa keluar akibat perang Rusia-Ukraina. Hal tersebut diperparah dengan adanya perubahan iklim yang mempengaruhi hasil panen gandum.
"Belum selesai dengan climate change, kita dihadapkan perang Ukraina-Rusia, di mana ada 180 juta ton gandum tidak bisa keluar, jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya (naik) 3 kali lipat," kata Syahrul dalam webinar Strategi Penerapan GAP Tanaman Pangan Memacu Produksi Guna Antisipasi Krisis Pangan Global, Senin (8/8/2022).
Seperti diketahui, gandum merupakan salah satu bahan utama pembuatan mi instan. Namun sayangnya, stok gandum Indonesia masih sangat tergantung pada impor.
"Ada gandum tapi harganya mahal banget. Sementara kita impor terus," sambungnya.
Mendag Bantah Pernyataan Mentan
Tak berselang lama, pernyataan Mentan Syahrul justru dibantah keras oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan. Pihaknya justru mengatakan bahwa kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Rusia dan Ukraina beberpaa waktu lalu membawa dampak baik terhadap ketersediaan dan pasokan gandum di Indonesia.
"Presiden pergi ke Rusia dan ternyata berhasil, gandum bebas sekarang. Jadi pasar gandum akan dibanjiri oleh Ukraina. Kemudian Australia panennya berhasil, Kanada berhasil, Amerika berhasil. Justru menurut saya, gandum pada September akan turun harganya, trennya akan turun. Jadi kalau tiga kali tidak lah, kalau ada kemarin naik sedikit iya. Sehingga, inflasi kita 4 persen, 5 persen jadi naiknya segitu, tapi cenderung September akan turun," kata Mendag usai meninjau harga kebutuhan pangan di Pasar Wates, Kulon Progo, Yogyakarta, Kamis (11/8/2022).
Tak hanya Mendag, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Franky Welirang juga menepis pernyataan Mentan. Meski ia tidak menampik ada kemungkinan harga mie instan akan tetap naik, namun tidak sampai tiga lipat.
"Saya kira itu berlebihan terkait hal itu (kenaikan harga mi instan 3 kali lipat). Lah harga gandum sudah tertinggi hari ini, harga terigu juga sudah tertinggi. Jadi industri terigu nasional kita itu tahu bagaimana menangani risk management terkait gandum itu. Saya kira nggak perlu ditakut-takuti lah rakyat ya (terkait harga mi instan)," papar Franky.
Mentan-Mendag Beda Suara, Menteri Jokowi Tak Kompak?
Melihat kedua pernyataan Menteri Jokowi yang berbeda, Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menyebut bahwa perbedaan tersebut seakan membuktikan kurangnya koordinasi di antara Mentan dan Mendag.
“Ketidaksinkronan data dan kajian yang dilakukan antar kementerian atau lembaga pemerintah berpotensi menimbulkan keresahan publik. Jangan sampai pernyataan menteri yang satu berbantahan dengan menteri yang lain. Jangan buat bingung dan panik masyarakat," kata Andre dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/8/2022).
Oleh sebab itu, Andre mengingatkan menteri-menteri untuk memperbaiki koordinasi. Perbedaan pendapat para menteri dinilai menimbulkan kesan tidak ada rapat kabinet atau rapat koordinasi Pemerintah untuk membahas isu-isu strategis.
“Kita minta menteri-menteri di bawah Pak Jokowi punya koordinasi yang berjalan baik. Sehingga suara yang keluar dari Pemerintah itu satu. Ini sudah berulang kali lho sering beda suara. Ini perlu jadi perhatian presiden untuk memastikan bagaimana menteri-menterinya punya koordinasi yang baik satu sama lain,” sindir Andre.
Baca Juga: Beda Suara Soal Kenaikan Harga Mi Instan, Menteri Jokowi Kok Gak Kompak?Wacana Kenaikan Harga Mi Instan, Andre Rosiade: Kok Beda Suara?
Menurutnya, pemerintah harus kompak dalam menghadapi ancaman krisis pangan dunia. Salah satunya dengan membuka jalur kerjasama dengan berbagai negara produsen gandum selain Rusia dan Ukraina, untuk mengantisipasi kelangkaan.
“Harapannya ketersediaan bahan pangan untuk rakyat tetap aman apabila terjadi gagal panen, bencana alam, perubahan iklim, maupun faktor geopolitik seperti yang terjadi dengan Ukraina dan Rusia. Jadi betul-betul harus diantisipasi dalam meminimalisir terganggunya pasokan bahan pangan,” tutup Andre.